Rabu, 05 September 2012

SINOPSIS NOVEL SEPATU DAHLAN



"Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya."(Dahlan Iskan)

Itulah petuah dahsyat dari sang inspirator "Dahlan Iskan" di halaman awal sebuah novel yang diangkat dari perjalanan hidupnya. Kisahnya berawal dari sebuah desa kecil di Magetan, Kebon Dalem. sebuah perkampungan kecil diantara perkebunan tebu yang mayoritas penduduknya hidup kekurangan. Tidak ada listrik ataupun fasilitas lainnya. Saat malam datang rumah-rumah itu hanya berhias lampu teplok yang tentunya tidak seterang lampu seperti zaman sekarang ini. Tiwul adalah makanan keseharian mereka karena hanya itu yang mampu mereka beli. Melihat pekerjaan mereka yang hanya nyabit, nguli, dan ngangon, memang sepertinya hanya itulah yang mampu mereka jangkau daripada beras.

Namun, semua itu tidak menyurutkan semangat Dahlan untuk tetap bersekolah. Meskipun setiap hari ia harus menempuh perjalanan jauh dengan bertelanjang kaki (nyeker). Selama bersekolah di SR -Sekolah Rakyat, sekolah SD jaman dahulu- Bukur, Madiun, Dahlan kecil tidak pernah merasakan nikmatnya memakai sepatu sampai hampir  lulus SMP. Banyak rintangan yang dia hadapi untuk membeli sepasang sepatu, bekas pun tak jadi masalah. Asal bisa dipakai dan nyaman di kaki. Setelah masuk di sebuah Madrasah Tsanawiyah di Pesantren Takeran, perjalanan pergi pulang dari pesantren yang jaraknya dua kali lipat dari jarak sekolahnya dahulu. Tak jarang kakinya melepuh bahkan lecet. 

Keluarga Dahlan Iskan sangatlah miskin bahkan untuk sarapan saja hanya secangkir teh. Terkadang Dahlan ataupun adiknya, bahkan bapaknya lebih sering mengikatkan sarung di perut untuk menahan lapar. Cukup membuat kita teringatkan akan kehidupan Rasulullah. Nasi tiwul plus sambel dan teri sudah cukup menjadi sebuah hidangan mewah buat mereka, yang sehari-harinya terkadang hanya bisa makan pisang rebus atau ubi. Zain adik Dahlan sempat terjatuh dari pohon kelapa, karena dari kemarin belum ada makanan yang mampir di perutnya.Pernah juga suatu ketika saat ibu Dahlan Iskan sakit dan harus dirawat di RS,Zain dan Dahlan lapar karena tidak ada makanan dirumah terpaksa ia mencuri tebu di kebun yang di jaga oleh mandor Komar. Namun, nasib baik sedang tidak berpihak ia tertangkap dan harus menanggung malu. Semenjak saat itu ia selalu berusaha tidak mencuri meskipun perut terus meronta minta di isi.  ia selalu mengingat kata-kata mbak Sofwati bahwa" kita boleh miskin harta, dik, tapi kita ndak boleh miskin iman."

Kehidupan Dahlan makin terpuruk setelah ditinggal oleh ibunya . Makin pupuslah harapannya untuk mendapatkan sepasang sepatu yang selalu diutarakan kepada ibunya. Lebih banyak kebutuhan yang mendesak dan sangat perlu dibandingkan sepasang sepatu membuat Dahlan harus merelakan tabungannya. Namun semua itu tak berpengaruh dengan prestasinya di sekolah. Bahkan dia menjadi kapten bola voli di sekolahnya. Di tahun kedua dia diangkat sebagai pengurus Ikatan Santri Pesantren Takeran melalui pemilihan.

lalu bagaimanakah kisah kehidupan Dahlan selanjutnya?

Yuk teman-teman baca kisahnya di novel mega best seller " SEPATU DAHLAN". Buku ini sudah tersedia di toko-toko buku maupun online. Bantu para saudara kita karena setiap Rp. 1.000,- dari penjualan buku ini akan di sumbangkann oleh Penerbit Noura Books pada Gerakan Sepatu untuk Anak Indonesia melalui Kick Andy Foundation. SELAMAT MEMBACA KISAHNYA YA? SEMOGA TERINSPIRASI.

3 komentar:

  1. buku ini menumbuhkan semangatku untuk selalu semanagt menggapai cita yang aku gantung di langt.. semoga anak indonesia lainnya juga terinspirasi

    BalasHapus